WILUJEUNG SUMPING

WILUJEUNG SUMPING

Sabtu, 16 April 2011

Cering


BANANA STRENGTH

“If U need Me, U can call Me!” dan aku sering menyisipkan kata “Again” di belakang pesan itu untuk setiap klienku. Aku memang sering menggunakan kata berbahasa Inggris standar itu untuk menaikan image, biar terlihat agak dan lebih intelek saja. Walau pun hanya kata itu saja yang aku bisa, selain kata yes or no yang sering aku ucapkan setiapkali aku melayani klien, walau seringnya aku mengucapkan itu hanya untuk mendramatisir suasana atau hanya sekedar inprofisasi belaka. Selain dari kata itu aku harus mentransletnya dulu memakai kamus. Kamus kecil yang sering aku bawa kemana-mana sebagai panduanku. Karena aku memang sangat ingin sekali untuk bisa mengunakan bahasa yang satu itu. Setidak-tidaknya aku mengerti dengan apa yang orang lain ucapkan. Karena cita-cita ku ingin go internasional, seperti Agnes Monika yang ingin merambah dunia internasional dengan karir menyanyinya aku pun ingin seperti dia! dengan karir yang aku jalani sekarang ini tentunya. Tapi apa itu bukan suatu cita-cita yang terlalu gila? Biarlah!

Malam ini aku tidak meninggalkan pesan yang sudah menjadi kebiasaan ku itu pada klien yang satu jam tadi sudah memakai jasaku. Apakah aku mulai bosan? Yang jelas-jelas dia memang terlalu sering memakai jasaku! Atau karena aku menganggap itu tidak perlu atau mungkin juga karena tadi aku lupa? Tapi aku rasa bukan karena lupa, karena tadi aku sempat ragu untuk menulis pesan untuknya, yang akhirnya aku putuskan untuk pergi dengan tanpa menulis pesan. Sebenarnya pesan itu sudah menjadi trade mark bagi ku, bahkan karna itu juga aku punya nama pangilan “Mr. Call me” yang mana itu meningkatkan profit penjualanku. Seperti menyebut merk prodak obat nyamuk. Tinggal sebut nama, semua orang akan tau keunggulan pestisida itu, walau tak banyak orang pun tau kalau pestisida itupun bisa meracuni kita. Tapi aku tidak sefemaus itu. Aku hanya dikenal dikalanganku saja.

$$$$$

Aku berjalan menyusuri trotoar yang kini telah lengang dari penjual kaki lima yang biasanya mangkal berjajar disini. Hanya tinggal beberapa jongko kaki lima penjual nasi goreng dan kopi yang masih bertahan, itupun mereka sudah bersiap-siap untuk menutup dagangannya. Malam makin larut, bahkan bisa dibilang sudah menginjak subuh. Udara dan angin yang bertiup menebarkan hawa dingin tak membuat aku mencoba untuk kembali ke Hotel, ke tempat yang tadi. Tidur dengan memeluknya pasti hangat! Tapi aku tetap memilih untuk terus berjalan, meninggalkan bayangan-bayangan kenikmatan itu, karena aku rasa inilah kenikmatan yang sebenarnya. Dunia serasa milikku! Benar kata orang sunda, kenikmatan dan kebahagiaan itu ada pada tiga “euh”. Beteung seubeuh! Duit weuteuh! Kan**t baseuh! Ya... itulah yang terjadi padaku. Kenikmatan dunia ada ditanganku.

Aku terus menyusuri trotoar yang sepi. Hiruk pikuk kota yang 6 jam lalu kini telah berganti kesunyian. Bahkan suara jangkrik yang biasa selalu mengisi kesunyianpun tidak terdengar. Aku baru sadar! Ternyata dari tadi aku memang tidak mendengar suara dari binatang kecil itu. Pergi kemana mereka? atau mungkin karena ibukota tidak menyediakan tempat untuk mereka sebagai mahluk kecil dan lemah. Kasihan! Untung aku besar dan kuat, seandainya aku seperti mereka akupun pasti senasib dengan mereka, takkan ada disini.

Malam makin larut. Dingin! Waktu yang lumayan enak kalau kita di temani selimut, atau apalah? Sesuatu yang bisa menghangatkan. Tapi, sepertinya tidak dengan mereka! segerombolan wanita cantik! Maksudku, segerombolan waria cantik ketika aku berjalan makin mendekat. Mereka tidak menunjukan rasa dingin yang kurasa sampai menusuk tulang. Dengan pakaian serba minim mereka berjalan hilir mudik, mencoba menjajakan sesuatu kepada mobil-mobil yang kebetulan lewat. Bahkan aku sempat mendapat perhatian dari mereka.

“Sendirian saja nih mas! Mau ditemenin gak? Sekalian kita angetin.” Sapa salah satu dari mereka dengan suara bariton dipaksa kemayu. Waria dengan rok dan baju mini makin mendekat. Makin terlihat dandanannya yang serba menor dan gurat kelaki-lakianya yang susah untuk dia tutupi. Dia mencolek tanganku. Aku menatapnya, dan dia mengedipkan sebelah matanya.

‘Dasar waria murahan!’ aku mengerutu dalam hati. Dia terus mengikutiku seperti anak kecil yang memaksa ingin uang jajan kepada ibunya. Aku tidak memperdulikan dia. Ternyata perbuatan waria yang membuntutiku menarik perhatian waria yang lain. Seperti ada ikatan batin antara mereka, semua mendadak menghampiriku. Dari depan, belakang, samping kanan dan kiri. Aku mencoba tenang walau dalam hati aku merasa tegang. Takut mereka nanti apa-apakan aku. Aku hentikan langkahku.

“Mas!”

Jantungku serasa mau copot, ketika salah satu dari mereka mencolek pundakku. Mendadak kakiku lemas. Tapi entah aku dapat kekuatan dari mana, belum setengah detik aku merasakan kakiku yang mendadak lemas, secara reflek aku lari. Tapi belum sempat aku berlari jauh, tiba-tiba tubuhku terasa melayang. Dan yang terakhir aku tau, para waria itu mengerubutiku. Apa yang mereka lakukan?

#####

Dimana aku? Kenapa semua terlihat putih! Dan siapa mereka?

Segerombolan orang dengan baju berwarna putih-putih berjalan menghampiriku. Aku menoleh kebelakang, memastikan kalau mereka bukan berjalan kearahku. Tapi aku tidak melihat siapapun ada di belakangku. Mereka makin mendekat. Aku ingin lari, tapi entah kenapa kaki dan tubuhku serasa susah untuk aku gerakan. Sekuat tenanga aku berusaha mengerakan seluruh anggota tubuhku. Keringat sebesar biji jagung mulai mermunculan, kucoba untuk menyekanya tapi kenapa tangankupun tidak bisa aku gerakan. Ada apa denganku ini? Aku mengigil. Dan mereka makin mendekat. Tapi? Kenapa aku harus takut dengan mereka yang jelas-jelas belum tau apa maksud dan tujuannya. Dan perasaan takut itu kenapa mendadak datang. Kenapa aku ini? Beberapa kali aku melontarkan pertanyaan yang sama, dan beberapa kali juga aku mendapatkan jawaban yang sama pula. Binggung!

Aku mencoba pasrah ketika mereka mulai mendekat. Bahkan suara dan bau dari nafasnya aku bisa menciumnya. Tercium aroma yang sebelumnya aku tidak pernah tau aroma dari apa ini. Sesuatu yang wangi tapi terasa ada sesuatu yang menyakitkan bila aku mencoba menghirupnya makin dalam. Aku mencoba menahan nafas. Mereka kini diam menatapku, tak ada reaksi. Sementara itu aku sudah tidak kuat untuk menahan nafas. Kutarik nafas perlahan. Aroma aneh kini tercium kembali, tapi ini berbeda dengan yang tadi, kini bau busuk yang menyengat memasuki raongga hidungku. Rasa mual, pusing dan yang paling menyakitkan dadaku serasa sesak. Aku mencoba mengatur nafas, tapi bau itu makin menyengat. Aku menyoba menahan nafas kembali. Mungkin hampir satu menit aku mencoba menahan nafas. Mukaku terasa panas, telingaku berdengung dan mataku serasa akan keluar. Aku terus mencoba untuk tetap bertahan. Tapi usahaku sia-sia, akhirnya aku pasrah. Kucoba menarik nafas perlahan, mengantisipasi terciumnya bau busuk tadi. Aku menghela nafas,udara segar mulai mengalir memasuki paru-paruku yang tadi hampa. Kemana bau busuk yang tadi membuatku sesak? Aku mencoba menarik nafas dalam-dalam, tapi tetap bau itu tidak tercium lagi. Kini aku merasa lebih segar, tapi tiba-tiba semua orang yang ada dihadapan ku memegang tangan dan kaki ku. Aku mencoba meronta, tapi sia-sia. Aku seperti terhimpit benda yang sangan berat, jangankan untuk mengerakan tangan atau kaki untuk mengerakan jari pun aku tak mampu. Apa yang akan mereka lakukan padaku. Aku menunggu tindakan mereka selanjutnya. Salah seorang dari mereka berdiri tepat dihadapanku. Dia menjulurkan kedua tangannya kebawah tubuhku. Belum sempat aku berfikir tantang apa yang akan dia lakukan padaku, tiba-tiba orang yang tadi di hadapanku mencabut kemaluanku. Aku menjerit histeris! Tapi aneh, aku tidak merasakan apa-apa. Bahkan ketika dia menunjukan “itu” ku pada ku. Aku mencoba meronta. Tapi tetap saja sia-sia, aku tidak berdaya ketika salah satu dari mereka mengeluarkan sesuat dari balik baju salah satu dari mereka. Benda berwarna kuning, seperti buah pisang. Dan benda itu diacungkan keatas. Ternyata itu memang buah pisang. Apa lagi yang akan mereka lakukan dengan pisang itu? Dan belum sempat aku mencoba berfikir lebih jauh tiba-tiba orang yang memegang pisang itu menempelkan pisang itu di daerah kemaluanku. Sekuat tenaga aku meronta.

“Syukurlah anda sudah siuman.”

Mataku menagkap bayangan putih berdiri dihadapanku. Bayangan samar kini mulai nampak jelas.

“Dimana saya?”

“Anda ada di rumah sakit.”

“Apa yang terjadi dengan saya Dokter?”

“Ada mengalami kecelakaan, tapi untung anda cepat dibawa kesini.”

“Siapa yang membawaku kesini?”

“Para Waria itu.” Kata dokter sambil berbisik.

“oh...”

Aku menatap kesebelah.

“Maaf, kami telah membuat anda seperti ini. Tapi sebenarnya kami tidak ada niatan untuk menbuat anda seperti ini. Waktu itu kami cuma ingin bertanya, karena anda seperti orang yang sedang bingung, dan kami kira anda orang yang tersesat. Entah kenapa atau mungkin karena anda takut dengan kami lalu anda lari. Cuma sayang anda menginjak kulit pisang dan lalu anda terjatuh. Maafkan kami.” Sekali lagi waria itu memohon maaf. Aku melihat roman mukanya yang terlihat serius. Sepertinya dia tulus.

“Anda bisa pulang sekarang.” Kata dokter ketika para waria itu sudah pulang.

“Boleh Dok?

“But! If I need U, may I call U?” kata dokter itu berbisik ditelingaku. Aku terkejut mendengar itu, aku tertegun sejenak dan teringat kalau cita-citaku belum tercapai.

“OK!” jawabku singkat sambil berbenah.

TAMAT

Tidak ada komentar:

Posting Komentar